Sabtu, 03 Agustus 2013

Sleeping with the enemy



Sleeping with the enemy
Dengan siapa kita tidur setiap malam?

Pasangan kita.

Siapa yang kita lihat saat membuka mata di pagi hari?

Pasangan kita.

Dengan siapa kita menghabiskan sebagian besar hidup kita?

Pasangan kita.

Artinya,

jika kita bermusuhan dengan pasangan kita,

maka kita benar-benar menghidupi kehidupan

seperti judul film yang pernah top pada tahun 90-an:

“Sleeping with the enemy” – tidur dengan musuh.

Tragis!
Hidup kita berbahagia atau tidak, sesungguhnya tergantung seberapa baiknya hubungan kita dengan pasangan. Apalagi pernikahan adalah komitmen seumur hidup untuk hidup bersama dalam suka dan duka hingga maut memisahkan kita. Karena itu marilah kita belajar membangun hubungan yang terbaik dan termanis dengan pasangan, sehingga pada gilirannya kita membangun kebahagiaan kita sendiri. Kalau bukan kita yang mengusahakannya, lalu siapa lagi?

Jika diamati lebih jauh, banyak permasalahan dan pertengkaran dalam pernikahan dimulai dari hal-hal kecil yang remeh: salah memilih kata-kata, tanpa sengaja meremehkan, merasa lebih hebat dari pasangan dan sebagainya. Jika kita tidak bersedia memaafkan, menyimpan dendam, atau bahkan membalasnya akibatnya lama kelamaan berkembang menjadi masalah yang bertumpuk-tumpuk. Kumpulan sakit hati kecil-kecil yang menahun inilah yang menimbulkan pertengkaran dan permasalahan besar, yang pada titik tertentu, mengakibatkan perceraian.

Beberapa syarat mendasar bagi pasangan yang hendak menikah adalah kemampuan memaafkan, melupakan dan bersedia memperbaiki diri. Kemampuan ini akan terus menerus dibutuhkan selama kita masih bernafas. Karena pernikahan itu usaha untuk mengenal dan membangun hubungan dengan pasangan seumur hidup.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus kita sadari agar dapat membangun hubungan yang harmonis:

- Suami istri adalah satu kesatuan.

Artinya, kemenangan suami sama dengan kemenangan istri, demikian pula sebaliknya. Ada teman wanita merasa bangga saat dipuji bahwa dia pandai berbisnis. Lama kelamaan suaminya merasa tersaingi. Istri yang bijak menyadari dan memberikan kesempatan agar suaminya dihargai orang lain. Jika dipuji untuk kehebatannya, sang istri bisa mengatakan bahwa “istri bisa hebat karena memiliki suami yang luar biasa”. Demikian pula dengan sang suami, ingatlah kesuksesan suami bisa terjadi karena ada istri hebat di belakangnya. Mungkin saja istrinya tidak ikut bekerja, namun sang istri sudah bersusah payah mengelola rumah tangga dengan baik sehingga sang suami bisa berbisnis dengan tenang. Kalau rumah tangga bermasalah, tentu bisnis juga terganggu.

.

-Lupakan dan maafkan hal-hal kecil.

Hidup bersama senantiasa ada gesekan. Biasanya yang menimbulkan gesekan adalah hal-hal kecil. Tidak mengembalikan barang pada pada tempatnya, menutup pintu terlalu keras, lupa membawa sesuatu, lupa mematikan lampu, tidak mau mengantar belanja dan sebagainya. Memang menjengkelkan. Tetapi sebelum marah, renungkan kembali, apakah pertengkaran yang kita alami dan hubungan yang mendingin sesudahnya, sepadan dengan masalahnya? Daripada mengomel karena menutup pintu terlalu keras, kita bisa bilang: ”lain kali pelan-pelan jika menutup pintu”. Ucapkan tanpa emosi dan nada yang manis. Jika lain kali lupa, ingatkan kembali. Tidak perlu dibuat emosi, mengomel dan marah-marah bukan?

Yang sering terjadi, pintu ditutup terlalu keras. Lalu yang satu mengomel ”memang kamu kasar, sama seperti keluargamu yang kasar-kasar”… Nah label ‘kasar’ ini yang menimbulkan dendam apalagi jika sudah menyangkut keluarga, dendam kian membara. Tidak mau kalah, pihak lain ikut menghina juga… Akibatnya yang bikin sakit hati bukan lagi persoalan menutup pintu tetapi penghinaan antar keluarga. Apalagi jika orangtua dan keluarganya mendengar, mereka ikut marah. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya bercerai.

Jika suami tidak mau mengantar belanja, ya sudah cari solusi lain yang bisa. Jika pasangan lupa mengembalikan sesuatu atau lupa mematikan lampu, kita yang mengembalikannya atau mematikan lampunya. Sesungguhnya bukan sesuatu yang berat. Tergantung cara kita memandang persoalannya. Bukankah seharusnya kita menerima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya? Kasih menutupi segala sesuatu. Tidak perlu masalah kecil seperti itu dibesar-besarkan. Inilah bagian dari pengorbanan yang harus kita lakukan agar hubungan pernikahan kita tetap harmonis.

Jika suatu saat pasangan melakukan hal yang benar, segera puji dan hargai. Pujian senantiasa lebih efektif mengubah seseorang daripada omelan.

-Bereaksi dengan bijak saat pasangan emosi.

Jika pasangan kita salah mengeluarkan kata-kata ketika dia sedang emosi, misalnya mengatakan: bodoh, malas, teledor atau komentar-komentar negatif lainnya, tetaplah diam! Jangan menjawab atau membalasnya. Itu untuk menghindari pertengkaran yang tidak perlu.

Tidak perlu marah dan membalas! Toh sesungguhnya kita tidak lebih bodoh, saat dikatakan bodoh. Kita juga tidak lebih pintar saat dipuji pintar. Orang yang berjiwa besar adalah orang yang bisa mengendalikan emosinya: tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam.

.

-Bicarakan saat suasana sudah tenang dan situasi menyenangkan.

Tidak berarti kita harus memendam ketidakadilan selamanya. Itu bodoh namanya. Ada teman yang mengalah terus meski sesungguhnya sakit hati selama bertahun-tahun. Itu salah. Suatu saat, kepahitan yang disimpan akan meledak dan akibatnya akan jauh lebih buruk. Tidak sedikit perempuan yang jatuh cinta pada pria lain karena merasa tidak dihargai suaminya, sementara di luar dia bertemu dengan pria yang menghargainya.

Bicarakan baik-baik apa yang kita inginkan, saat suasana sedang santai dan nyaman. Ceritakan dengan jujur bahwa saat kata-kata yang melecehkan dikeluarkan, itu menyakitkan. Ingatkan pasangan kita, jika bukan suami/istri yang menghargai, lalu siapa lagi? Sikap dan perkataan kita dalam memperlakukan pasangan, merupakan contoh bagi orang di luar sana untuk memperlakukan pasangan kita. Jika kita menghargai pasangan kita maka orang lain akan menghargai diri kita dan pasangan kita pula. Sampaikan dengan kata-kata yang baik, nada yang rendah tanpa emosi. Pada dasarnya, pasangan kita itu mengasihi kita. Kalau kita menyampaikannya dengan baik, dia juga akan merasakan kepedihan dan luka hati kita.
-Tidak selalu harus sepakat.

Tidak semua hal bisa kita sepakati dengan pasangan. Perbedaan pandangan merupakan hal biasa. Tidak perlu kita harus merasa bermusuhan atau berhadapan saat ada hal-hal yang tidak kita sepakati. Jika itu bukan hal yang berbahaya, biarkan dulu. Tidak perlu bertengkar. Jika itu hal yang krusial, cari sumber dari buku atau bahan lainnya untuk mendukung bahwa pendapat kita benar. Atau ajak dia supaya bisa meminta pendapat orang yang ahli di bidang masalah yang kita hadapi. Jika yang dihadapi masalah bisnis, minta saran dari orang yang sukses berbisnis. Jika yang dihadapi masalah anak, cari saran dari pakar pendidikan anak. Minta supaya pasangan kita mempertimbangkan lagi, tanpa memaksa.

Jika segala upaya sudah dilakukan dan pasangan tetap bergeming, doakan saja. Serahkan masalah ini ke dalam tangan Tuhan namun hiduplah damai dengan pasangan. Tuhan bisa mengubah pikiran pasangan kita atau justru mengubah situasi yang ada. Jika situasi tetap berlangsung, mungkin Tuhan sedang membentuk karakter kita agar kita bisa belajar hidup bersama dengan damai dan penuh kasih, meski tidak sepakat. Jangan mengejar dan mencari-cari kesalahan pasangan. Itu membuat masalah kian berat. Mudah untuk memulai pertengkaran, namun sulit untuk menghentikannya. Bersikaplah cerdik dan bijak. Sesungguhnya, kita tidak pernah dapat mengubah orang lain. Kita hanya bisa menginspirasi seseorang untuk berubah. Tidak ada gunanya memaksa.

.

-Biasakan untuk berbagi mimpi.

Pasangan kita itu bukan peramal. Jadi kita harus menceritakan mimpi-mimpi kita, apa yang kita inginkan dan sebagainya. Katakan dengan jujur bagaimana kita ingin diperlakukan. “Pa, saya senang lho kalau kita sedang jalan-jalan lalu kita bisa bergandengan tangan…” atau “Liburan itu sesuatu yang sangat berarti buat saya. Sejak kecil saya punya cita-cita ingin melihat tempat-tempat yang indah.” Jika diucapkan dengan manis, tanpa menuntut, biasanya pasangan juga senang. Pasangan kita juga punya kerinduan ingin merealisasikan mimpi kita, karena dia mengasihi kita.

Tetapi jangan sekali-kali menuntut seperti ini,”Lihat itu Pa, suaminya Mira romantis sekali. Setiap jalan, Mira selalu digandeng.” Biasanya pria justru gengsi jika kita menuntut dan membandingkannya dengan pria lain. Dia justru akan bersikukuh dengan sikapnya. Dia gengsi.
Zig Ziglar, pembicara dan penulis buku terkenal, memiliki resep pernikahannya yang bahagia selama 66tahun hingga beliau meninggal dunia, “Treat your spouse after you get married just like you did right before you got married.”- Perlakukan pasanganmu sesudah menikah, seperti sebelum menikah. Kita perlu belajar menerapkannya karena resep ini sudah terbukti sukses!
Pada akhirnya, dibutuhkan kasih, kedewasaan, kecerdikan dan jiwa besar untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Ini adalah sekolah seumur hidup karena di setiap masa, tantangannya berbeda. Namun dengan beberapa strategi sederhana di atas, setidaknya kita bisa mengurangi berbagai pertempuran yang tidak perlu. Seperti kata Sun Tzu, ahli perang China yang terkenal, “dengan strategi yang tepat kita dapat memenangkan pertempuran tanpa harus bertempur.”  Selamat mencoba!
.
Pernikahan bahagia adalah persatuan dua orang yang pemaaf
Robert Quillen
.
Karena itu,
sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati,
kelemahlembutan dan kesabaran.
Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain,
dan ampunilah seorang akan yang lain
apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain,
sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu,
kamu perbuat jugalah demikian.
The Book Of Colossians

Tidak ada komentar:

Posting Komentar