Sabtu, 15 Juni 2013

15 menit

Penjelasan teknis atas pertanyaan "Mengapa kita mempercepat jam tangan kita 10-15 menit untuk menghindari keterlambatan."

Ketika kita memandang jam tangan kita, maka yang memandang itu adalah mata, yang dibaca kedalam otak kita.

Didalam otak kita, ada "otak emosional" dan "otak rasional". Otak emosinal kita selalu lebih cepat bereaksi dan lebih mudah mengubah pemahaman menjadi tidakan, sedangkan otak rasional kita agak lamban dalam bereaksi.

Sehingga saat kita merasa hampir terlambat, karena jam telah dimajukan, langsung kita melompat dan bergerak karena terkejut itu. Setelah otak rasional kita yg lebih lamban memahami kembali, baru kita merasa “Untung sudah dipercepat jam tangannya.”

Jadi tidak ada salahnya sebenarnya kalau kita mempercepat jam tangan kita 15 menit, dan 10 persen orang didunia ini juga melakukannya.

Emotionlan Brain dan Thinking Brain, dapat juga menjelaskan kenapa kalau kita melihat ular misalnya, tanpa berpikir langsung melompat mundur. Atau teman kita melempar mainan cicak karet, kita terkejut dan berteriak. Kita bereaksi sangat cepat karena adanya Emotional Brain ini.

Dijaman dulu kemampuan kita bereaksi cepat sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup karena ganasnya alam. Apakah kita harus lari, harus diam, atau harus bergerak cepat, semuanya tidak lagi memakai pemikiran rasional, tetapi berdasarkan "naluri" dan langsung berubah menjadi tindakan.

Otak emosional sering tanpa sadar mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan. Misalkan saat anda lapar, maka tanpa sadar belanja di super market menjadi berlebihan, barang yang kurang dibutuhkanpun dibeli semua. Sebaliknya kalau saat kenyang tendensinya kita tidak mau beli banyak, karena otak rasional kita tidak dipengaruhi emosi lapar kita.

Dalam bisnis, bau wangi kuwe, akan mempengaruhi otak kita untuk mau segera beli. Iklan sepeda motor dengan wanita seksi membuat kita memperhatikan lebih cepat lebih seksama, sehingga tanpa sadar kita memperhatikan iklan itu.

Otak emosional kita bekerja sama dengan otak rasional kita dalam mengambil keputusan. Sering otak emosi kita lebih dominan pengaruhnya, dan otak rasional kita hanya "membenarkan" saja.

Semoga pemahaman ini dapat membantu anda lebih baik dalam mengambil keputusan.

*Tanadi Santoso. Surabaya, 16 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar