Sabtu, 15 Juni 2013

Keluar dr zona nyaman

“Perubahan besar sering terjadi karena lompatan kecil” (Bang JS)

Sebagai perenungan akhir tahun, saya ingin membahas fenomena sulitnya keluar dari zona aman. Jika seseorang sudah punya Pekerjaan yang mapan, tinggal di kota yang nyaman dan lingkungan yang oke, berat Rasanya jika harus berpindah. Apalagi ke tempat yang baru dan rasanya akan menghadapi banyak tantangan. Terutama jika harus kehilangan jabatan dan berkurangnya income.
Ada beberapa alasan seseorang Sulit untuk keluar dari zona amannya.
Bagi mereka yang daya adaptasinya rendah, berpindah tempat atau kerja memang menjadi masalah besar.
Pada saat seseorang kadung menikmati posisinya di dalam (kotak) kehidupan yang ia anggap sudah sangat nyaman, cenderung takut menghadapi perubahan. Ia sulit melihat adanya peluang di luar sana untuk menemukan suatu terobosan baru atau pertumbuhan hidupnya. Rasa takut Ini bisa menjadi penghalang individu bertumbuh.
Alasan lain ialah, rendahnya daya adaptasi seseorang. Ini berhubungan dengan rendahnya tahan stres serta daya juang individu. Karena mungkin sudah punya pengalaman yang tidak nyaman dengan perubahan, dia enggan berubah. Misal, ada seseorang yang selalu sakit saat pindah rumah atau kerja. Perasaan ini menimbulkan satu trauma dalam dirinya.
Penyebab lain bisa Karena percaya diri atau self- esteem individu yang rendah. Takut harus berhadapan dengan orang dan lingkungan kerja baru. Takut menghadapi kegagalan, sebab fokusnya adalah pada ketidakmampuan diri.
PENGALAMAN PRIBADI

Saya ingin berbagi tiga pengalaman pribadi pergumulan untuk keluar dari zona aman pribadi, dan dampak positif setelah berhasil.
Pertama, nekat merantau.
Saat masih di SMA saya merasa nyaman dengan lingkungan dan pertemanan di Kota Medan. Hanya saat itu di awal 82 universitas yang bagus menumpuk di Jawa. Jika saya mau mendapat pendidikan yang lebih menjanjikan saya harus mau keluar dari kota yang saya sudah merasa oke. Saya harus berani mengadu nasib ke kota yang tidak saya kenal, keuangan yang terbatas dan jauh dari keluarga.
Saya memutuskan merantau. Meski di awalnya menjumpai banyak kesulitan, namun dengan keluar dari zona nyaman ini saya mendapat kesempatan lebiih baik, kuliah di tempat yang tepat.

Kedua, pindah ke cabang kecil.
Awal tahun 91 saya sempat bekerja menjadi asisten gembala di satu rumah ibadah di bilangan Tanah Abang. Anggota di pusat ini lebih 300 orang, berasal dari status sosial ekonomi menengah ke atas.
Setahun kemudian, saya diminta Pengurus menjadi pimpinan jemaat di salah satu cabangnya di Ciinere Depok. Awalnya enggan menerima, karena lokasi jauh dari kantor istri. Lagipula Cabang itu terbilang kecil, hanya 3 KK, dengan dua puluhan warga. Kebanyakan supir metro mini, pembantu rumah tangga, dsb. Namun berkat dorongan istri, saya memberanikan diri keluar dari zona nyaman dan pindah ke Cabang itu.
Ternyata lewat pengalaman ini kemampuan saya memimpin, merencanakan, dsb berkembang dengan pesat. Kalau di kantor pusat saya hanya jadi “kernek”, di cabang baru ini saya jadi “supir”, bertanggung jawab penuh atas lembaga. Itu tidak mungkin terjadi jika hanya saya tetap menjadi asisten di pusat. Lagi pula saat di cabang inilah kami menikmati pengalaman termasuk memberanikan diri mencicil Rumah

Ketiga, meninggalkan pekerjaan untuk sekolah lanjut.
Setelah bekerja empat tahun, saya merasa ada kebutuhan memperdalam konseling. Saat itu jemaat yang saya layani sedang bertumbuh baik. Gaji lumayan, dan sudah mendapat mobil dinas.
Namun lewat pengalaman empat tahun terakhir saya melihat ada satu kebutuhan masyarakat, yakni konselor. Saya ingin bekerja sebagai konselor penuh waktu. Namun untuk bisa sekolah dan mendapat bea siswa, saya harus minta ijin atasan. Sayangnya niat saya tidak direstui.

Dengan terpaksa saya memilih keluar dari pekerjaan. Ini pilihan yang sukar, sebab berarti akan kehilangan gaji. Mobil dinas akan dikembalikan. Padahal istri saya dua tahun sebelumnya juga berhenti kerja untuk mengurus putra kami yang masih balita. Ini suatu pergumulan yang sulit, tapi risiko harus saya ambil demi masa depan karir saya.

Berkat bantuan mertua dan beberapa teman saya kemudian studi S2 (dua bidang studi). Agar mencukupi kebutuhan kami saat studi di Jakarta, sembari kuliah saya jualan madu. Saya tidak perlu malu menenteng madu saat jualan di kampus. Lalu dua tahun kemudian kami pindah ke Salatiga. Saya mendalami studi sosiologi di UKSW. Untuk itu kami memilih menjual rumah. Sebagian kami pergunakan untuk biaya kepindahan, anak sekolah dan kuliah saya. Nah, sisanya kami membeli rumah di Salatiga.

Puji Tuhan, Dengan studi lanjut saya merasa kapasitas menjadi lebih besar, karir cepat berkembang. Kemungkinan menjadi dosen lebih terbuka. Kemampuan menulis makin baik. Setelah studi lanjut saya mendapat kesempatan seminar dan mengajar ke lebih 50 kota. Kami bersemangat membagi visi konseling lewat buku (diterbitkan Gramedia).
Ini menyadarkan saya bahwa satu perubahan besar sering dimulai oleh lompatan kecil. Pertumbuhan hidup terjadi setelah kita nekat meninggalkan zona nyaman kita. Mau coba?

KELUAR DARI ZONA NYAMAN

Berpikir di luar kotak adalah cara berpikir di luar batasan masalah yang ada ataupun cara berpikir dengan menggunakan perspektif yang baru. Yang dimaksud kotak dalam hal ini adalah perumpamaan pembatasan diri seseorang pada saat melihat suatu permasalahan.
Dalam definisi yang lebih luas, berpikir di luar kotak dideskripsikan sebagai suatu cara pikir baru di luar kebiasaan dari cara berpikir yang sebelumnya, cara berpikir yang berbeda dari orang-orang pada umumnya. Belajar cara berpikir kreatif di luar kemampuan diri dan cara berpikir yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Pada intinya, berpikir di luar kotak aman berarti berani untuk berpikir lebih jauh. Tidak terfokus hanya pada apa yang sedang dihadapi dan apa yang biasanya orang pikirkan. Tapi berusaha berfikir lebih jauh dari orang-orang pada umumnya.
Maka jika kita ingin bisa melihat dan berpikir di luar kebiasaan yang ada, perlu keberanian diri untuk keluar dari zona aman.
Ada dua saran akhir agar kita bisa keluar dari zona aman kita:
Pertama, buanglah keraguan. Seringkali keraguan berhasil membuat seseorang kembali berpikir di dalam kotak. Keraguannya adalah, apakah hal-hal yang ada di luar kotak itu benar akan membawa peningkatan hidupku. Apakah hal-hal di luar yang sekarang ini bisa memberikan hasil yang lebih baik dalam hidupku. Kita perlu mencamkan bahwa tidak ada satupun hal di dunia ini yang tidak memiliki resiko. Jika kita ingin meningkatkan studi atau karir, segeralah keluar dari zona nyaman Anda. Hanya dengan jalan itulah hal-hal baru dan yg tidak pernah terbayangkan menjadi milik Anda.
Kedua, mendengarkan orang lain. Bersikap terbuka, dan menerima masukan orang yang ahli dan peduli denganmu. Hargailah ide-ide mereka. Kembangkan sikap rendah hati saat menerima ide-ide dari orang lain, kemudian mengolahnya dengan cara yang tidak biasa. Intinya, perlu ada keterbukaan untuk berani melakukan cara yang berbeda dari rutinitas dan kebiasaan yang ada.

Sumber:internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar